ENAM KASUS GANGGUAN REPRODUKSI TERTINGGI PADA SAPI DI INDONESIA

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2016, jika dibandingkan dengan populasi sekitar diatas 15 juta ekor, peningkatan populasi sapi potong dari tahun 2014 ke tahun 2015 serta dari tahun 2015 ke tahun 2016 masih relatif sangat rendah, yaitu kurang dari satu juta ekor pertahunnya, idealnya peningkatan populasi sapi potong meningkat setiap tahunnya minimal diatas 2 juta ekor pertahun. Rendahnya peningkatan populasi sapi potong ini menandakan adanya problem yang serius, khususnya adalah problem kesehatan reproduksi (gangguan reproduksi). Kesehatan reproduksi hewan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan populasi. Adanya gangguan kesehatan reproduksi hewan atau dikenal dengan istilah gangguan reproduksi ditandai dengan efisiensi reproduksi dan produktifitas yang rendah. Dampak adanya gangguan reproduksi dapat dilihat dari tingginya service per conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), dan rendahnya angka kelahiran. Dari berbagai pemeriksaan yang dilakukan di wilayah Indonesia gangguan reproduksi pada ternak ruminansia besar seperti sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2015, tahun 2016 dan awal tahun 2017 sekitar 40-55% sapi dan atau kerbau betina yang diperiksa mengalami gangguan reproduksi. Kasus gangguan reproduksi yang terbanyak adalah hipofungsi ovarium, repeat breeding (kawin berulang), silent heat, corpus luteum persisten, delayed puberty  dan endometritis atau metritis.

Hipofungsi ovaria. Hipofungsi ovaria adalah suatu keadaan dimana ovarium kurang berfungsi yang ditandai dengan tidak munculnya birahi (anestrus) dan umumnya sering terjadi pada sapi setelah beranak atau sapi dara yang kondisi tubuhnya rendah atau sapi-sapi yang kurus. Ovarium atau indung telur sapi yang mengalami hipofungsi ovaria pada umumnya tidak berkembang, pat palpasi per rektal akan teraba licin dan pipih. Penyebab hipofungsi ovaria karena adanya gangguan hormon, yaitu terjadi penurunan sekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) oleh hipothalamus, diikuti menurunnya hormon kekurangan pakan baik kualitas dan kuantitas (kurus, skor kondisi tubuh kurang dari 2.5), keseimbangan nutrisi yang jelek, menderita penyakit akut dan kronis seperti cacingan, iklim yang tidak serasi dengan kehidupan ternak seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu panas. Kejadian hipofungsi ovaria akan sembuh setelah ada perbaikan pakan. Untuk mempercepat kesembuhan hipofungsi ovaria, selain perbaikan pakan sebaiknya diberi vitamin yang mengadung vitamin ADE dan mineral, ini akan mempercepat aktifitas ovaria. Pemberian GnRH dapat dilakukan jika SKT sudah memenuhi syarat.

Repeat breeding. Reapeat breeding adalah sapi yang mempunyai siklus estrus normal dan sudah dikawinkan lebih dari tiga kali namun belum bunting. Penyebab dasarnya adalah karena kegagalan fertilisasi dan kematian embrio dini. Repeat breeding sebetulnya bukan merupakan suatu kasus, tapi suatu gejala dari suatu kasus. Kasus-kasus dilapangan yang ditandai dengan adanya repeat breeding adalah endometritis subklinis, delayed ovulation, sista korpora luteal, anovulation dan defisiensi luteal. Kemampuan dokter hewan dilapangan utnuk menentukan kasus-kasus tersebut sangatlah penting agar terapi yang dilakukan bisa lebih tepat. Kesalahan dalam menentukan diagnosa dengan gejala repeat breeding dapat mengacaukan terapi yang diberikan sehingga hasilnya tidak maksimal. Pada umumnya, dokter hewan dilapangan memberi terapi repeat breeding dengan antiseptik (iodin povidon) atau antibiotik, dan ini hanya akan memberi hasil kesembuhan (bunting) sekitar 20%. Kalau dikombinasi dengan hormon GnRH, tingkat kebuntingan bisa mencapai 60%.

Korpus luteum persisten (CLP). Korpus luteum persisten adalah suatu keadaan korpus luteum tetap ada (persisten) dalam jangka waktu yang lama, disebabkan adanya gangguan terhadap produksi dan pelepasan prostaglandin dari endometrium yang ditandai dengan anestus (sapi tidak menunjukan birahi). Korpus luteum persisten sebetulnya merupakan suatu gejala dari adanya gangguan pada endometrium (uterus) dan bukan merupakan kasus gangguan reproduksi. Gangguan reproduksi yang ditandai dengan adanya CLP dapat berupa endometritis klinis, piometra, mummifikasi, dan maserasi fetus. Terapi untuk mengatasi adanya CLP adalah tergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan karena maserasi fetus, penanganan yang paling baik adalah dengan operasi. Pada umumnya terapi CLP adalah dengan injeksi prostaglandin dan idealnya dikombinasi dengam pemberian iodin povidon 1%.

Silent heat. Silent heat adalah suatu keadaan sapi yang tidak menunjukkan gejala estrus yang jelas dan jika dilakukan palpasi perrektal teraba ada aktifitas ovarium seperti adanya korpus luteum atau folikel. Peternak tidak akan pernah mengetauhinya jika sapi miliknya sedang dalam keadaan estrus. Seorang dokter hewan yang sudah pengalaman akan dengan mudah menentukan silent heat, yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara rektal. Terapi silent heat tergantung pada hasil pemeriksaan. Jika ditemukan ada korpus luteum, sebaiknya langsung diinjeksi prostaglandin. Pemberian mineral, vitamin ADE dan hormon GnRH akan mempercepat kesembuhan silent heat.

Delayed puberty. Keterlambatan dewasa kelamin (delayed puberty) adalah suatu keadaan sapi belum mengalami dewasa kelamin (belum pernah estrus) walau umurnya sudah mencapai lebih dari dua tahun, yang ditandai (palpasi perektal) tidak adanya aktifitas ovarium. Kejadian keterlambatan dewasa kelamin dilapangan cukup tinggi dan penyebab utamanya adalah kekurangan nutrisi. Pada daerah tertentu, faktor inbreeding (model peternakan semi intensif dan lepas dipadangan) mungkin sangat berpengaruh. Secara palpasi per-rektal, ciri utama dari delayed pubertas adalah ovarium belum aktif, dan ukurannya lebih kecil. Pemberian pakan yang baik dan vitamin ADEK dapat membantu mempercepat dewasa kelamin.

Endometritis. Endometritis adalah infeksi endometrium dan merupakan peradangan uterus yang paling ringan. Endometritis dapat merupakan lesi primer atau kondisinya berkembang secara cepat menjadi peradangan uterus yang lebih berat. Uterus sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme selama masa puerperium atau masa nifas. Bakteria disingkirkan dari lumen uterus selama minggu-minggu pertama setelah beranak oleh proses fagositosis yang prosesnya dipacu oleh estrogen dan dihambat oleh progesteron. Penyebab utama kejadian edometritis adalah mikroba yang masuk akibat perlakuan IB yang tidak legeartis dan perawatan post partum yang tidak benar. Gejala yang muncul diawali keluarnya leleran yang berbau busuk dan sapi tidak menunjukan estrus. Terapinya tergantung tingkat keparahan dan agen penyebab infeksi

97 replies
  1. Hannah Lee
    Hannah Lee says:

    Sangat berinformasi artikelnya. Drh., saya ingin bertanya gimana mekanisme pengobatan/terapi repeat breeding di lapangan yang memakai antiseptik seperti yang dikatakan di atas ? Terima kasih sebelumnya.

    Reply
    • prihatno
      prihatno says:

      Salah satu penyebab repeat breeding karena adanya infeksi ringan endometrium atau disebut endometritis subklinis. Terapi endometritis subklinis yang cepat, murah dan mudah adalah dengan antiseptika.

      Reply
  2. Astrianti Diningrum
    Astrianti Diningrum says:

    Terimakasih dokter , ilmunya menarik dan sangat bermanfaat , mungkin dengan penambahan gambar jadi semakin menaril ???

    Reply
  3. Rony Iskandar
    Rony Iskandar says:

    Dokter, saya mau bertanya terkait silent heat..

    Apa yang menjadi penyebab munculnya silent heat ?
    Prostaglandin adalah hormon yang akan memicu lisisnya CL dan jika CL lisis 3 hari kemudian sapi akan kembali estrus ini biasanya dilakukan untuk sinkronisasi birahi.. Mengapa Prostaglandin bisa digunakan untuk terapi silent heat? Apakah dengan memicu sapi estrus kembali dapat memunculkan gejala gejala estrus yang normal?

    Reply
      • prihatno
        prihatno says:

        Munculnya silent heat disebabkan karena rendahnya kadar Estrogen pada saat estrus. idealnya pada saat estrus, ukurann folikel maksimal, sehingga estrogen bisa maksimal. Sapi2 yang kekurangan nutrisi menyebabkan pelepasan GnRH dari hipotalamus rendah ini menyebabkan folikel tidak optimal, dan produksi E juga rendah.

        Reply
  4. Anna Nurul Mardhiyah
    Anna Nurul Mardhiyah says:

    assalamualaikum dokter. artikelnya sangat bermanfaat dokter. memberi pengetahuan yang belum saya ketahui. terimakasih dokter

    Reply
  5. Dela Nutri Attari
    Dela Nutri Attari says:

    Permisi dokter, ingin bertanya, apa yang membedakan antara CLP dan silent heat (ada CL) ketika dipalpasi perektal dokter?

    Reply
    • prihatno
      prihatno says:

      Silent heat, siklus estrusnya (SE) normal tapi gejala estrusnya tidak jelas (silent). Karena SE normal maka CL dapat ditemukan pada saat kita periksa, dan jika ditemukan bisa langsung di terapi.

      Reply
  6. Trinita
    Trinita says:

    selamat malam Dokter, bisa minta tolong dijelaskan kembali mengenai penanganan sapi postpartum yang benar seperti apa supaya tidak terjadi endometritis? terima kasih. (Trinita/8174)

    Reply
    • prihatno
      prihatno says:

      Sapi menjelang partus sebaiknya dipisah dari kandang kelompok, ditempatkan pada kandang khusus (kandang partus) yang bersih, kering dan diberi alas yang bersih (damen), mempunyai ventillasi yang baik dan hangat.

      Reply
  7. Angeline Gana
    Angeline Gana says:

    Bagus dokter. Sangat informatif. Mau tanya, bagi sapi hasil inbreeding, bisa diobati delayed puberty atau sulit diobati kalau hanya dengan perbaikan gizi sahaja? Terima kasih.

    Reply
  8. Annisa
    Annisa says:

    Saya ingin bertanya, apakah pemberian GnRH terjangkau bagi peternak rakyat? Apakah ada subsidi dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut?

    Reply
  9. Tri Hesti N
    Tri Hesti N says:

    Pada kasus endometritis dan metritis apakah perlu diberi terapi hormonal juga dok? Mengingat menurut materi di atas, fagositosis dipacu esterogen dan dihambat progesteron. Terimakasih.

    Reply
  10. Ella Ramadhona
    Ella Ramadhona says:

    Artikel yang sangat bermanfaat dokter
    Sebenarnya lebih utama mana dokter ketika memberi penanganan gangguan reproduksi di atas antara injeksi hormon dan vitamin? atau memang harusnya dikombinasikan?
    Sebab selama KKN kemarin kebetulan bertepatan dgn program pemerintah UPSUS SIWAB. dan kami ikut ke lapangan bersama tim drh Dinas. terapi gangrep yang diberikan berupa injeksi vitamin dan pemberian premix sedangkan untuk terapi hormon tidak dilakukan

    Reply
  11. Ebbylia Rachma
    Ebbylia Rachma says:

    Terima kasih, info yang sangat menarik, mungkin jika ditambah visual seperti link video atau gambar pembaca akan lebih tertarik.

    Reply
  12. Ridlo Gatot Wicaksono
    Ridlo Gatot Wicaksono says:

    Selamat malam dokter.
    Terimakasih. Artikelnya sangat bermanfaat.
    Saran saya untuk rendahnya S/C atas dampak gangrep mungkin bisa diganti dengan tingginya S/C dokter.

    Reply
  13. Dhani Kusumaningtyas
    Dhani Kusumaningtyas says:

    Saya dhani kusumaningtyas. Ingin bertanya dokter. Apakah pada repeat breeding bisa terjadi karena pengaruh dari nutrisi yang kurang bagus dan rendahnya mineral yg diberikan?

    Reply
  14. Dhani Kusumaningtyas
    Dhani Kusumaningtyas says:

    Dokter saya ingin bertanya. Apakah repeat breeding dapat dipengaruhi oleh nutrisi yang kurang baik dan kurangnya mineral yang diberikan?

    Reply
  15. Muhammad Syafriyansyah
    Muhammad Syafriyansyah says:

    Memang tidak dapat di pungkiri bahwa kesehatan reproduksi hewan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan populasi. dan yang menjadi sorotan bahawa masalah gangrep tidaklah masalah yang sederhana. Dokter Hewan yang mempunyai kewenagan dan kemampuan harus memahami ini. Karena kemampuan mendeteksi gangguan, mengambil data dan membuat analisis diikuti dengan diagnose menjadi hal yang sangat penting, sehingga dokter hewan dapat menjadi kunci penanganan gangguan reproduksi.
    Adanya program pemerintah yaitu UPSUS SIWAB menjadi salah satu upaya untuk tercapainya peningkatan populasi ternak sapi dan kerbau guna memenuhi kebutuhan daging sapi dan kerbau bagi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau masyarakat.
    untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan kerjasama yang harmonis di setiap elemen, dimana peran PUSKESWAN merupakan simpul operasional terdepan dalam pelayanan terpadu. sehingga harapan kedepannya sesuai dengan sasaran dari program tersebut yaitu :
    1. Kebuntingan dari IB minimal 70%
    2. Gangguan Reproduksi turun 60%
    3. Pemotonga sapi betina produktif turun 20%

    Semoga kedepannya kesedaran akan peran dokter hewan meningkat dalam ikut memperbaiki menejemen reproduksi yang dimana didukung oleh kemampuan serta pengetahuan yang cukup, kerja keras dan bekerja sebagai tim sehingga saling melengkapi agar target kebuntingan sapi dapat tercapai dalam upaya peningkatan populasi untuk menjawab tantangan swasembada daging

    Muhammad Syafriyansyah
    Mahasiswa FKH UGM angkatan 2014
    14/364571/KH/8068

    Reply
  16. Muhammad Syafriyansyah
    Muhammad Syafriyansyah says:

    Memang tidak dapat di pungkiri bahwa kesehatan reproduksi hewan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan populasi. Dan yang menjadi sorotan bahwa masalah gangrep tidaklah masalah yang sederhana. Dokter Hewan yang mempunyai kewenagan dan kemampuan harus memahami ini. Karena kemampuan mendeteksi gangguan, mengambil data dan membuat analisis diikuti dengan diagnose menjadi hal yang sangat penting, sehingga dokter hewan dapat menjadi kunci penanganan gangguan reproduksi.
    Adanya program pemerintah yaitu UPSUS SIWAB menjadi salah satu upaya untuk tercapainya peningkatan populasi ternak sapi dan kerbau guna memenuhi kebutuhan daging sapi dan kerbau bagi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau masyarakat.
    untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan kerjasama yang harmonis di setiap elemen, dimana peran PUSKESWAN merupakan simpul operasional terdepan dalam pelayanan terpadu. sehingga harapan kedepannya sesuai dengan sasaran dari program tersebut yaitu :
    1. Kebuntingan dari IB minimal 70%
    2. Gangguan Reproduksi turun 60%
    3. Pemotonga sapi betina produktif turun 20%

    Semoga kedepannya kesedaran akan peran dokter hewan meningkat dalam ikut memperbaiki menejemen reproduksi yang dimana didukung oleh kemampuan serta pengetahuan yang cukup, kerja keras dan bekerja sebagai tim sehingga saling melengkapi agar target kebuntingan sapi dapat tercapai dalam upaya peningkatan populasi untuk menjawab tantangan swasembada daging

    Muhammad Syafriyansyah
    Mahasiswa FKH UGM angkatan 2014
    14/364571/KH/8068

    Reply
  17. Ostarica Vaney
    Ostarica Vaney says:

    materi sudah dibaca dan siap disikusikan besok. sangat menambah ilmu,dokter. mungkin bakal makin jelas kalau ditambah ilustrasi gambar atau video ??

    Reply
  18. Della permatasari
    Della permatasari says:

    Bagus dokter. Intinya gampang dipahami dan tidak berbelitbelit. Lebih bagus lagi kalau ada gambar nya. Terimakasih dokter.

    Reply
  19. Julia Sandi Ekawati
    Julia Sandi Ekawati says:

    Bagus Sekali Dokter tulisannya, Sangat menginsiprasi, bermanfaat bagi mahasiswa untuk melengkapi pengetahuan dan mengajak untuk berpikir sehingga timbul pertanyaan dalam benak saya, Izin bertanya Dokter bagaimana sista corpora luteal sehingga dapat menyebabkan repeat breeding, apakah hal tsb sama dengan sista ovary?

    Reply
  20. Lisa Inamer
    Lisa Inamer says:

    Artikelnya sangat bermanfaat dok. Menurut saya sedikit perlu ditambah gambar agar lebih menarik dan memperjelas deskripsi tiap penyakit ?

    Reply
  21. Rahmadila Rahardiani
    Rahmadila Rahardiani says:

    Apakah sejauh ini sudah ada edukasi untuk peternak mengenai penyakit reproduksi tsb? Shg peternak bisa mendeteksinya lebih dini dan bisa dikonsultasikan dengan dokter hewan

    Reply
  22. Nurul Indah Annisa
    Nurul Indah Annisa says:

    Setelah membaca materi yang ditulis oleh dokter di blog ini saya dapat menyimpulkan sedikit apa yang menyebabkan atau menjadi faktor utama gangguan reproduksi yang dialami sapi-sapi di Indonesia yaitu adalah nutrisi. Mungkin jika perbaikan nutrisi dilaksanakan akan terdapat penurunan kasus gangrep di lapangan.

    Reply
  23. Suci F
    Suci F says:

    terimakasih dokter, artikelnya sangat menarik. lalu bagaimana penanganan kasus ini dari tahun ke tahun dokter? mengingat kasus tersebut sudah sering terjadi namun blm ada peningkatan efisiensi reproduksi dan produktivitas yg signifikan?

    Reply
  24. Azmi Gina P
    Azmi Gina P says:

    Artikelnya sudah bagus dokter, tetapi lebih menarik jika ada ilustrasi gambar yang berkaitan dengan kasus atau artikel. Terimakasih dokter

    Reply
  25. Avivah Vega Meidienna
    Avivah Vega Meidienna says:

    Dokter, saya mau bertanya, jika sapi yang mengalami endometritis subklinis masih bisa estrus dengan normal, apakah di saluran reproduksi sapi yang terkena penyakit tersebut muncul leleran berbau busuk seperti endometritis pada umumnya? Mohon penjelasannya, Dokter. Terima kasih.

    Reply
  26. Hani
    Hani says:

    Terima kasih dokter, sangat bermanfaat ? , saya mau bertanya apakah gangguan reproduksi yang sering terjadi pada sapi ini sering terjadi di hewan lain misalnya kuda?

    Reply
  27. Siti munawaroh
    Siti munawaroh says:

    Dokter, bagaimana cara membedakan antara endometritis dan metritis jika dilihat dari gejalanya? Dan apakah pengobatannya sama?

    Terimakasih

    Reply
  28. Moza Putri Rosantina Fauzia 8072
    Moza Putri Rosantina Fauzia 8072 says:

    Sangat membantu dokter,menambah pengetahuan,namun alangkah lebih baik lagi,jika terdapat ilustrasi terimakasih

    Reply
  29. Taskara D
    Taskara D says:

    Terima kasih atas materinya, dok. Tiap kasus sudah diberi penjelasan yg sederhana dan mudah dimengerti, tp mngkn akan lbh menarik lagi kalau diberi ilustrasi juga agar lebih jelas.

    Reply
  30. Bima Bagus Rachmoyojati
    Bima Bagus Rachmoyojati says:

    Materinya sangat bagus dan bermanfaat dok, ada baiknya apabila kedepanya agar lebih baik dapat di tambahkan ilustrasi dokter ?

    Reply
  31. Muhammad Abiyyu Ulul Azmi
    Muhammad Abiyyu Ulul Azmi says:

    Izin bertanya dokter, pada penanganan kasus CLP & repeat breeding apakah ada perbedaan konsentrasi iodine povidone yang digunakan? Kemudian apakah yang menjadi pertimbangan untuk pemilihan konsentrasinya? Terimakasih

    Reply
  32. Anindito Agung Nugroho
    Anindito Agung Nugroho says:

    Untuk kasus silent heat jika drh mengetahui kalau sapi itu silent heat dan dilakukan ib apakah bisa berhasil dok? Jika berhasil apakah persentasi keberhasilannya ada perubahan? Terimakasih

    Reply
  33. Ken Roosmala D
    Ken Roosmala D says:

    Terimakasih dokter materinya kami jadikan pengayaan selain materi yang didapat dr kuliah.

    Kemudian pertanyaan yg akan saya tanyakan ketika ada suatu kasus pada sapi yg ditandai dg 4x di IB tidak jadi, kemudian dr anamnesa diperoleh info dr peternak bahwa telah mengawinkan sapi tsb 2 bln yg lalu sblm pemeriksaan gangrep ini. Saat pemeriksaan teraba uterus membesar, apa yg harus dilakukan dokter. Apakah mendiagnosa telah terjadi kebuntingan usia muda atau mengkategorikan ini sebagai gangrep endometritis? Kemudian apa ciri yg dapat membedakan dan penanganan apa yg harus dilakukan? Terimakasih dokter.

    Reply
  34. Lidya Rahmawati Septiany
    Lidya Rahmawati Septiany says:

    Terimakasih atas ilmunya dokter. Saran saya mungkin jika ditambahkan visual seperti ilustrasi gambar ataupun video dari kasus-kasus diatas akan menjadi lebih menarik dan informatif.
    Pertanyaan saya, pada hipofungsi ovaria, pemberian GnRH dapat dilakukan jika SKT sudah memenuhi syarat. Apa korelasi antara SKT yang memenuhi syarat dengan pemberian GnRH? Apakah akan berdampak buruk atau justru tidak akan terjadi perubahan jika SKT belum memenuhi syarat?
    Terima kasih dokter..

    Reply
  35. Joshua
    Joshua says:

    Assalamualaikum selamat siang dok.
    Terimakasih atas materi yang telah diberikan.
    Kita sebagai (calon) dokter hewan perlu mengetahui kasus-kasus yang berada di seputar reproduksi hewan.

    Saya ingin menanyakan terkait Kasus Inbreeding dok.
    Apabila terdapat hewan yang mengalami inbreeding. apakah program UPSUS SIWAB masih diperlakukan atau anak keturunan breeding tersebut hanya di masukkan ke kandang penggemukan saja? Terimakasih atas jawabannya
    Wassalamualaikum

    Reply
  36. Jocelyn Kurniawan
    Jocelyn Kurniawan says:

    Artikel yang sangat bagus Pak, sangat mudah dimengerti oleh mahasiswa. Mungkin bisa ditambahkan multimedia seperti gambar sehingga lebih mudah lagi dipahami, Pak.

    Reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply to Anindito Agung Nugroho Cancel reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.