Gonjang ganjing terhadap kewenangan petugas insiminasi buatan (IB) dan pemeriksaan kebuntingan (PKB) saat ini sedang hangat-hangatnya. Sebenarnya gonjang ganjing ini sudah cukup lama, hampir merata diseluruh peloksok nusantara, namun reaksinya silent. Setelah diterbitkannya Permentan no 3 tahun 2019 tentang Pelayanan Jasa Medik Veteriner, maka gonjang ganjing semakin hangat dan meluas, apalagi dengan munculnya kajian akademik dan somasi

terhadap Permentan no 3 tahun 2019. Sah-sah saja mereka melakukan Kajian akademik dan Somasi dengan dalil2 dan rujukan yang diacu sesuai sudat pandang dan kepentingannya. Itu WAJAR. Namun mereka lupa, bahwa setiap manipulasi biologis dan diagnose terhadap mahluk/hewan harus berlandas medis. Di kedokteran manusia aturan itu sudah lama dan sangat jelas, namun di dunia peternakan kejelasan aturan baru muncul setelah terbitnya Permentan no 3 tahun 2019. Lebih baik terlambat dari pada tidak adanya kejelasan aturan. read more



Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2016, jika dibandingkan dengan populasi sekitar diatas 15 juta ekor, peningkatan populasi sapi potong dari tahun 2014 ke tahun 2015 serta dari tahun 2015 ke tahun 2016 masih relatif sangat rendah, yaitu kurang dari satu juta ekor pertahunnya, idealnya peningkatan populasi sapi potong meningkat setiap tahunnya minimal diatas 2 juta ekor pertahun. Rendahnya peningkatan populasi sapi potong ini menandakan adanya problem yang serius, khususnya adalah problem kesehatan reproduksi (gangguan reproduksi). Kesehatan reproduksi hewan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan populasi. Adanya gangguan kesehatan reproduksi hewan atau dikenal dengan istilah gangguan reproduksi ditandai dengan efisiensi reproduksi dan produktifitas yang rendah. Dampak adanya gangguan reproduksi dapat dilihat dari tingginya service per conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), dan rendahnya angka kelahiran. Dari berbagai pemeriksaan yang dilakukan di wilayah Indonesia gangguan reproduksi pada ternak ruminansia besar seperti sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2015, tahun 2016 dan awal tahun 2017 sekitar 40-55% sapi dan atau kerbau betina yang diperiksa mengalami gangguan reproduksi. Kasus gangguan reproduksi yang terbanyak adalah hipofungsi ovarium, repeat breeding (kawin berulang), silent heat, corpus luteum persisten, delayed puberty  dan endometritis atau metritis. read more